Siapapun
yang membaca tulisan singkat ini, semoga bermanfaat dan selalu mendapat
keberkahan. Tulisan ini tidak berpretensi apa-apa yang akan menguntungkan diri
saya pribadi, namun saya ingin berbagi saja tidak lebih dari itu. Apa yang saya
sampaikan dalam tulisan ini hanya sedikit dari sekian banyak pikiran dan
perasaan saya pribadi yang tentunya ini semua bagian dari kondisi kebatinan
penulis semata. Sehingga demikian, saya tidak ingin mengajak lebih-lebih
memaksakan kehendak yang ada dalam tulisan ini. Saya berharap pembaca sekalian
mampu menjaga jarak dengan sisi subjektifitas saya secara pribadi, karena saya
sangat percaya setiap orang memiliki sisi historisitas yang membuat dia ataupun
anda sekalian memproduksi berbagai ide dan pikiran yang dituangkan dalam bentuk
tulisan yang bisa dibca oleh khalayak umum. Ambilah jarak itu, dan sesekali coba
masuk ke dalam alam pikiran penulis agar apa yang saya sampaikan dapat anda
pahami sebagai buah dari historisitas penulis.
Sebagai
pengurus himpunan, saya merasa bertanggungjawab menyampaikan ini kepada semua
kader-kader himpunan di mana saja berada. Mengingat gelaran konferensi cabang
yang tinggal sebentar, maka untuk persiapan-persiapan baik dalam rangka
mempersiapkan diri untuk melepaskan jabatan sebagai pengurus karena sudah
berakhir masa kepengurusan atau persiapan untuk maju sebagai kandidat ketua
umum bagi yang berminat untuk maju saya kira sangat penting untuk dipersiapkan.
Karena dalam hukum manajmennya, persiapan yang buruk akan menghasilkan tujuan
yang buruk pula. Oleh karena itu, mengorganisir diri terlebih dahulu untuk dua
konteks di atas bagi pengurus-pengurus ialah sangat penting. Mau kemana setelah
menjadi pengurus? Apa yang akan dilakukan setelah menjadi pengurus? Lalu apa
yang akan dilaksanakan jika berminat mencalonkan diri? Sekelumit pertanyaan
diatas sangat patut buat teman-teman tanyakan dalam diri (dialog imajiner) sebelum
benar-benar siap meninggalkan atau melanjutkan karir di dunia himpunan.
HMI
sebagaimana yang sering penulis sampaikan mempunyai banyak kelebihan jika
dibandingkan dengan organisasi yang tercatat pernah hadir mengisi ruang
kemahasiswaan di nusantara. Sebut saja salah satu kelebihannya ialah hubungan
emosional antara kader dengan alumni dan kader dengan kader yang terbilang
cukup erat. Bahkan sampai tidak mengenal usia dan batasan waktu ber-HMI. Atau
dengan kata lain, HMI mempunyai konektifitas antar sesama yang cukup tinggi networking. Selain networking yang terbangun
lewat keeratan hubungan emosionalnya, proses pembelajaran di HMI menjadi salah
satu pembeda berikutnya.
Di
HMI tidak ada ajaran-ajaran yang buruk, semuanya baik jika ditilik dari tujuan
dan visi misi berdirinya HMI. Proses perkaderannya yang berbeda membuat
gerakan-gerakan HMI dari aspek intelektualitas tidak terbantahkan lagi. Hal ini
terbukti dari banyak tokoh yang lahir dari rahim HMI. Terlepas dari apa yang
penulis paparkan di atas berupa romantika sejarah atau bukan.
Pertama
saya ingin mengajak rekan-rekan semua untuk menyelami aktifitas himpunan
yang selama ini kita laksanakan. Ada
yang salah selama ini dan itu berbuah cukup fatal bagi eksistensi himpunan.
Kesalahannya ialah setiap periodesasi kepengurusan tidak memperlihatkan aspek
yang akan menjadi warna dari visi kepengurusan yang akan dijalaninya. Hal ini
terlihat dari program kerja-program kerja yang disusun oleh setiap bidang yang
tidak memperlihatkan adanya visi yang kuat yang ingin dibangun untuk satu periode
kedepan. Program kerjanya selalu bersifat tentatif dan tidak paradigmatik atau
tidak memiliki perspektif yang jelas. Sebut saja program kerja salah satu
bidang yang memprogramkan untuk mencetak buku saku konstitusi. Bayangkan,
mencetak buku saku konstitusi sebagai
program kerja. Tentu tidak salah untuk memprogramkan hal ini. Namun apakah memenuhi
sisi pardigmatik di atas?. Jika dilihat dari aspek tanggungjawab sebagai
pengurus, memberikan pemahaman konstitusional terhadap kader-kader HMI
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan tanpa harus masuk dan digodok
terlebih dahulu sebagai program kerja, karena sebagai pengurus memberikan
pemahaman mengenai konstitusi merupakan tuntutan konstitusional yang harus
dilaksanakan dan salah satu medianya ialah mencetak buku saku konstitusi.
Program
kerja yang bersifat tentatif seperti contoh di atas hampir selalu dipraktikkan
oleh pengurus pada setiap periodesasi kepengurusannya.
Merancang Program Kerja yang Pradigmatik
Program
kerja yang bersifat paradigmatik sebagaimana penjelasan di atas ialah
program-program kerja yang memiliki efek jangka panjang dan mampu merubah arah berpikir baik kader
yang terlibat langsung sebagai objek sekaligus subjek dari rancangan program
kerja yang telah disusun maupun masyarakat kampus secara keseluruhan. Menemukan
program kerja yang bersifat paradigmatik seperti ini tentu tidak mudah seperti
halnya menemukan uang yang hilang. Yang membuat tidak mudah ialah karena
rancang bangun program kerja yang akan disusun ialah mengikuti alur perubahan
dan dinamika sosial yang hampir setiap hari terjadi secara progresif. Inilah
yang harus mampu dilihat oleh pengurus yaitu perkembangan sosialitas di cabang
masing-masing. Sebagai salah satu contoh di cabang-cabang luar seperti Bogor, mereka
membuat program kerja pembinaan terhadap masyarakat atau KKNnya HMI. Mereka
bergaul dan menginap di masyarakat layaknya sedang KKN. Tentu program kerja
seprti inilah yang masuk kategori pradigmatik karena akan mampu membawa
perubahan masyarakat sekitar dan tentunya kader-kader HMI sendiri. Dan masih
banyak lagi program-program kerja
lainnya.
Selanjutnya
yang ingin saya sampaikan ialah hubungan yang dibangun terhadap sesama kader.
Tentu berjalan dan baiknya sebuah program kerja akan terlaksana jika komunikasi
dengan pengurus dan kader baik. Dalam tulisan ini penulis ingin menyoroti
hubungnan komunikasi antara HMI-Wan dengan HMI-Wati. Bagaimana bisa disebut HMI
jika di sekretariat pengurus “tinggal” satu rumah tanya salah seorang teman.
Ada benarnya juga apa yang disampaikan oleh teman tadi. Bahwa islam telah
mengajarkan etika dalam bergaul baik dengan sesama jenis atau lawan jenis. Tentu
tidak dapat dibenarkan jika ada pengurus HMI-Wan dan HMI-Wati yang bukan muhrim“tinggal”
satu atap layaknya suami isteri. Ini yang perlu dibenahi. Sehingga ke depan
kader-kader HMI selain tampil menawan dalam hal intelektualitas juga menawan
dalam sisi etika.
Selanjutnya
ialah hubungan pengurus dengan alumni. Pengalaman berhubungan dengan alumni
selama dua periode kepengurusan di cabang (2010/2011-2011/2012) selama ini
cenderung berjalan sangat lamban dan tidak efektif. Hal itu dikarenakan untuk
konteks alumni Mataram (meski tidak semuanya) cenderung memainkan pola
komunikasi satu pintu. Maksud saya,
komunikasi yang berjalan cenderung melihat dia siapa, angkatan berapa dari
faksi mana. Warna dan corak seperti inilah yang mewarnai pola komunikasi yang
berjalan selama ini. Akibatnya ialah terjadi kelambanan vis a vis dengan dekatnya berbagai aktifitas kepengurusan.
Corak
lainnya ialah sikap represif sebagian alumni terhadap pengurus sehingga
berakibat pada gangguan psikologi pengurus. Baik itu represif dalam hal
tindakan maupun perkataan. Akibatnya secara tidak langsung terjadi kekerasan
struktural dalam pola komunikasi. Padahal pola-pola komunikasi semacam ini
telah lama dibatalkan oleh Jurgen Habermas seiring berkembangnya tema Post
Modernisme selama ini. Lebih jauh Habermas mengatakan bahwa syarat berjalannya
komunikasi yang baik ialah terjalinnya interaksi secara dialogis antar dua atau
lebih subjek yang berkomunikasi. Hal inilah yang seringkali tidak terlihat
selama ini (maklum alumni kita jarang baca, jadi wacananya ketinggalan jaman,
capekkkk dechhhh). Merasa diri senior, jarang sekali mau mengalah terhadap
juniornya. Alih-alih sebagai bentuk pembelajaran namun justeru dihujat
dibelakang layar.
Satu
poin penting, alumni kita tidak kontekstual dalam melihat sesuatu. Semuanya
selalu dikembalikan ke masa lalu saat mereka ber HMI dulu. Apakah kemudian relevan
kondisi yang dulu dengan sekarang? Tentu jawabannya tidak akan relevan.
Bagaimana mungkin menyelesaikan problem HMI pada dua dekade silam dengan metode
yang sama untuk masa yang sekarang. Inilah letak tidak dewasanya sebagian
alumni kita yang selalu rujukannya ialah ke masa lalu dan pengalaman mereka
dulu. Sekali lagi tidak akan pernah menemukan relevansinya. Namun justeru
inilah yang diajarkan oleh senior-senior kita di himpunan. Sangat disayangkan.
Selanjutnya
ialah sikap represif dan model pembelajaran seperti di atas dalam dunia
pendidikan sudah ketinggalan masanya. Karena pengekangan dan pembatasan
kreatifritas dalam bentuk apapun tidak dibenarkan. Oleh karena itu, tidak ada
kata terlambat untuk mau dewasa menjadi senior di himpunan. Hindari sikap
represif berupa tekanan dan kekangan yang berakibat pada matinya kreatifitas
kader-kader HMI. Begitu juga dengan kader HMI untuk terus belajar dewasa dan
mempunyai sikap yang mandiri dalam menentukan arah dan kebijakan organisasi.
Akhirnya semoga kita sama-sama belajar menjadi kader dan alumni HMI yang baik. Wallahua’lam bissawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar